NAMA
: FARID IQBAL MATKUL : OCEANOGRAFI
NIM
: 1110015000114 MATERI : SALINITAS AIR LAUT
PENYEBAB TINGKAT SALINITAS BERBAGAI LAUT
DAN SAMUDERA DI DUNIA
Halaman abtraksi :
Salinitas
adalah banyaknya kadar garam (dalam gram) yang terdapat dalam setiap 1 kg air
laut. Salinitas permukaan air laut di khatulistiwa mencapai 3,50/00
(permil atau perseribu). Hal ini disebabkan adanya penguapan yang tinggi
diimbangi dengan curah hujan yang tinggi pula. Salinitas di daerah garis balik
utara-selatan (subtropika) lebih tinggi, yaitu mencapai 370/00 karena
penguapan yang terjadi tidak diimbangi dengan curah hujan tinggi. Adapun di
daerah laut yang tertutup dari arus bebas, seperti Laut Tengah dan Laut Merah
mencapai 400/00. (Yusman Hestiyanto. Geografi SMA Kelas X. Yudistira,2006. Hlm146).
Salinitas
adalah banyaknya kadar garam (dalam gram) yang terdapat dalam setiap 1 kg air
laut.Kandungan garam pada sebagian besar danau, sungai, dan saluran air alami sangat kecil
sehingga air di tempat ini dikategorikan sebagai air tawar. Kandungan
garam sebenarnya pada air ini, secara definisi, kurang dari 0,05%. Jika lebih
dari itu, air dikategorikan sebagai air payau atau menjadi saline
bila konsentrasinya 3 sampai 5%. Lebih dari 5%, ia disebut brine.
Salinitas air berdasarkan persentase garam
terlarut
|
|||
< 0,05 %
|
0,05—3 %
|
3—5 %
|
>5 %
|
Air
laut secara alami merupakan air saline dengan kandungan garam sekitar
3,5%. Beberapa danau garam di daratan dan beberapa lautan memiliki kadar garam
lebih tinggi dari air laut umumnya. Sebagai contoh, Laut
Mati memiliki kadar garam sekitar
30%.
Istilah
teknik untuk keasinan lautan adalah halinitas, dengan didasarkan bahwa halida-halida (terutama klorida) adalah anion yang paling banyak dari elemen-elemen terlarut. Dalam
oseanografi, halinitas biasa dinyatakan bukan dalam persen tetapi
dalam “bagian perseribu” (parts per thousand , ppt) atau permil (‰),
kira-kira sama dengan jumlah gram garam untuk setiap liter larutan.
Sebelum
tahun 1978, salinitas atau halinitas dinyatakan sebagai ‰ dengan didasarkan
pada rasio konduktivitas elektrik sampel terhadap "Copenhagen water",
air laut buatan yang digunakan sebagai standar air laut dunia. Pada 1978,
oseanografer meredifinisikan salinitas dalam Practical Salinity Units
(psu, Unit Salinitas Praktis): rasio konduktivitas sampel air laut terhadap
larutan KCL standar. Rasio tidak memiliki unit, sehingga tidak bisa dinyatakan
bahwa 35 psu sama dengan 35 gram garam per liter larutan.
Halaman Isi :
Air laut sendiri banyak
mengandung zat-zat yang teralut di dalamnya yang merupakan sumber dari beberapa
zat kimia penting dan ini adalah salah satu sumber alam yang pertama kali
dikelola oleh manusia. Sodium klorida (NaCl), adalah ekstrak yang paling besar
yang biasanya dipergunakan pada perusahaan-perusahaan kimia dalam memproduksi
klorida dan sodium hidroksida. Magnesium dan bromin adalah bahan lain yang
terdapat dalam air laut yang mempunyai nilai ekonomi tinggi. (Sahala Hutabarat.
Pengantar Oseanografi. Jakarta:Penerbit
Universitas Indonesia,2008.Hlm 8).
Kandungan unsur kimia paling
besar dalam air laut selain air adalah Natrium Chlorida (NaCl) atau garam. Setiap
1 kilometer kubik air laut mengandung sekitar 969 juta ton oksigen, 122 juta
ton hydrogen, 21 juta ton khlor, dan 12 juta ton natrium.
Ternyata tidak semua air laut
memiliki tingkat keasinan yang sama. Perairan di Atlantik, misalnya, mengandung
kadar garam yang jauh lebih tinggi ketimbang perairan yang mengelilingi
Indonesia. Perbedaan salinitas air laut disebabkan oleh banyak sedikitnya
penguapan yang terjadi. Penguapan dapat menambah besarnya salinitas, makin
besar penguapan makin besar pula salinitasnya. Banyak sedikitnya hujan juga
dapat mempengaruhi tingkat salinitas. Dan terakhir adalah banyak sedikitnya
sungai yang bermuara ke laut tersebut. Masuknya air tawar dari sungai
menyebabkan salinitas menjadi rendah. (Munawir,S.Pd.
dkk. Cakrawala Geografi 3. Yudistira,2005.
Hlm 111).
Perbedaan itu bisa dilihat dalam
peta tingkat salinitas buatan badan antariksa Amerika (NASA). Inilah peta pertama
tentang salinitas laut. Fungsinya untuk membantu manusia memahami berbagai hal,
mulai curah hujan global sampai arus laut. Peta tersebut dihasilkan oleh
Aquarius/SAC-D, sebuah satelit pengorbit bumi yang dilengkapi dengan pengukuran
radio khusus. Seluruh foto yang dikirim Aquarius selama dua pekan pertama
bekerja itu lantas disusun menjadi peta bola dunia yang mudah dipahami.
Gambar 1.
Peta salinitas buatan NASA
Peta NASA ini memperlihatkan
kadar garam di seluruh samudra yang dibedakan dengan intensitas warna. Daerah
yang berwarna merah dan kuning memiliki tingkat salinitas yang lebih tinggi,
sedangkan yang berwarna biru dan ungu mempunyai kadar garam lebih rendah.
Wilayah gelap menandai kekosongan data.
Dengan data tersebut, peneliti
memperoleh gambaran yang lebih terperinci tentang pola iklim seperti bagaimana
pergerakan air tawar mengelilingi dunia. Gerakan air tawar itu ternyata juga
mempengaruhi sirkulasi laut.
Peta ini hanya sebagian kecil
dari hasil pengukuran satelit yang diluncurkan pada Juni lalu, dan mulai
beroperasi pada 25 Agustus. Pada masa mendatang, satelit itu diharapkan akan
mengungkap lebih banyak rahasia samudra. (http://www.tempo.co/read/news/2011/09/28
diakses tanggal 29 juni2012).
Instrumen Satelite de
Aplicaciones Cientificas (SAC) yang mengumpulkan data dan gambar persebaran
garam dan tingkat keasinan dari berbagai laut dan samudera di seluruh dunia. Satelit
yang diluncurkan pada 10 Juni 2011 lalu itu mendapatkan data bahwa samudera
Atlantik lebih asin dari samudera Pasifik dan samudera Hindia. Hal itu juga
menunjukkan bahwa sungai-sungai terpanjang di dunia seperti sungai Nil membawa
lebih banyak air tawar dari darat menuju laut.
Salinitas air tertinggi
terdapat di daerah laut subtropis yang terletak di lintang 200 Lu
dan 200 LS, kemudian menurun kembali pada daerah lintang tinggi. Di
daerah katulistiwa salinitasnya rendah karena curah hujan di daerah ekuator
tinggi. Laut Mediterania
mempunyai suhu 11,5 derajat C dan mempunyai nilai salinitasnya > 36,5 per mil,
suhu berkisar 10 derajat C dan salinitasnya < 36 per mil. Sehingga kepadatan
Samudera Atlantik lebih rendah dari laut Laut Mediterania. (Ibrahim,I.A. A Brief Illustrated Guide to Understanding
Islam.Darussalam, 1997).
Laut Mediterania atau dikenal
juga Laut Tengah mempunyai salinitas, kepadatan air dan suhu yang lebih tinggi
dibandingkan Lautan Atlantik. Kenapa demikian karena adanya lapisan yang memisahkan air di selat gilbaltar yang
mempunyai salinitas yang berbeda
ketika air dari Laut Tengah memasuki Lautan Atlantik melalui Selat Jibraltar. Sehingga
hanya air permukaan laut tengah saja yang bercampur dengan air Samudera
Atlantik.
Gambar 2. Pertemuan Laut Tengah dengan Lautan Atlantik di
selat Gibraltar
Setelah mencapai Atlantik air ini
mengalir sampai di kedalaman sekitar seribu meter dengan membawa sifatnya
sendiri yang suhunya, salinitas dan kepadatannya yang lebih tinggi. Pada
kedalaman ini air dari Laut Tengah tersebut diam tidak bergerak. Salinitas
air tertinggi terdapat di laut yang terletak di lintang 200 Lu dan
200 LS, kemudian menurun kembali pada daerah lintang tinggi. Di
daerah katulistiwa salinitasnya rendah karena curah hujan di daerah ekuator
tinggi. Besar
kecilnya salinitas sangat dipengaruhi oleh Bentang Laut dan Iklim.
Bentang laut yang tertutup
biasanya memiliki salinitas yang tinggi karena tidak mudah tercampur dengan air
laut atau air tawar lainnya. Contohnya di Laut Hitam, Laut Tengah, Laut Kaspia, dan
Laut Mati. Daerah yang beriklim sub tropis
memiliki salinitas yang tinggi. Hal ini disebabkan di daerah sub tropis curah
hujan tidak terlalu tinggi sedangkan penguapan relatif tinggi karena sedikitnya
awan.
Di daerah tropis hujannya lebih
lebat daripada daerah yang berada di lintang tinggi. (Tjasyono HK, Bayong. Klimatologi Edisi kedua. Bandung:Penerbit
ITB, 2004. Hlm 18).
Hal ini disebabkan di daerah sub
tropis curah hujan tidak terlalu tinggi sedangkan penguapan relatif tinggi
karena sedikitnya awan. Sehingga lautan yang secara keseluruhan berada di
daerah khatulistiwa mempunyai salinitas yang terbilang rendah daripada daripada
daerah kutub. Seperti misalnya Samudera Hindia yang memilki salinitas yang
terendah ketimbang Samudera lainnya.
Perbedaan yang amat kontras
terlihat di Laut Arab yang kering dan memiliki salinitas tinggi di sebelah
barat subkontinen India dengan Teluk Bengal bersalinitas rendah di sebelah
timurnya yang didominasi oleh Sungai Gangga dan hujan monsoon Asia Selatan.
Salinitas di daerah subpolar
(yaitu daerah di atas daerah subtropis hingga mendekati kutub) rendah di
permukaan dan bertambah secara tetap (monotonik) terhadap kedalaman. Di daerah
subtropis (atau semi tropis, yaitu daerah antara 23,5o - 40oLU
atau 23,5o - 40oLS), salinitas di permukaan lebih besar daripada
di kedalaman akibat besarnya evaporasi (penguapan). Di kedalaman sekitar 500
sampai 1000 meter harga salinitasnya rendah dan kembali bertambah secara
monotonik terhadap kedalaman. Sementara itu, di daerah tropis salinitas di
permukaan lebih rendah daripada di kedalaman akibatnya tingginya presipitasi
(curah hujan).
Pertemuan Laut dan Sungai di
Muara/Estuari (Air asin dan Air tawar)
Sedangkan fenomena bertemunya air
sungai yang tawar dengan air laut yang asin di muara, difirmankan-Nya, dalam Q.
S. Al Furqan: “Dan Dialah yang membiarkan dua laut yang mengalir
(berdampingan); yang ini tawar lagi segar dan yang lain asin lagi pahit; dan Dia jadikan antara keduanya dinding dan batas
yang menghalangi“ (Q. S. 25:53).
Dalam redaksionalnya, Allah
menggunakan kata yang berbeda yaitu adanya dinding dan batas yang
menghalangi. Ternyata ada sedikit perbedaan prinsip di zona pertemuan air laut
dan air tawar ini bila dibandingkan dengan pertemuan dua lautan yang berbeda
salinitasnya tersebut di atas.
Mengapa Al Qur’an menyebut
“penghalang” ketika berbicara mengenai pemisah antara air tawar dan air asin,
tetapi tidak menyebutkan hal itu ketika berbicara mengenai pemisah kedua air
laut? Para ilmuwan oseanografi menjelaskan bahwa di muara, tempat
bertemunya air tawar (segar) dengan air asin, ditemukan situasi yang berbeda
dengan yang terdapat pada tempat bertemunya dua air laut. Penemuan menunjukkan
bahwa yang memisahkan air tawar dari air laut di muara adalah zona Pycnocline yang ditandai
oleh adanya perbedaan salinitas dan kepadatan yang bertahap dan jelas memisahkan
kedua lapisan air tersebut. Pycnocline adalah layer/lapisan
yang memisahkan air yang mempunyai kepadatan yang berbeda .
Gambar 3. Perubahan salinitas
pada penghalang (zona pemisah) antara air tawar dan air laut
Penghalang
(zona pemisah) ini memiliki tingkat kepadatan dan keasinan yang berbeda dari
air tawar ke air laut dan sebaliknya. Seperti kita ketahui, bahwa air tawar
bertemu air asin melalui beberapa tahapan perubahan, dari air tawar berubah
payau hingga kemudian air laut yang asin. (http://faiqun.edublogs.org/2012/01/30/fenomena-salinitas-air-dalam-al-quran
diakses tanggal 25 juni 2012)
DAFTAR PUSTAKA
Hestiyanto,Yusman. Geografi SMA Kelas X. Jakarta:Yudistira,2006.
Hutabarat,Sahala dan
M.Evans,Stewart. Pengantar Oseanografi. Jakarta:Penerbit
Universitas
Indonesia,2008.
Munawir,S.Pd. dkk.
Cakrawala Geografi 3. Jakarta: Yudistira,2005.
Ibrahim,I.A. A Brief Illustrated Guide to Understanding
Islam. Texas-USA:Darussalam, 1997.
Tjasyono HK, Bayong. Klimatologi Edisi kedua.
Bandung:Penerbit ITB, 2004.